Transaksi sharf
yang Bathil Dalam Masyarakat
Ilustrasi
penelitian.
dalam kehidupan perbisnian, transakasi mata
uang tidak dapat dihindarkan, baik untuk kepentingan perdagangan atau untuk
sewa. Namun hal itu, dalam dunia bisnis praktak tersebut bukan merupaka hal
baru. karena sejak zaman Nabi SAW penjualan mata uang tersebut telah
dipraktekkan oleh sahabat. Praktek bisnis seperti ini dalam islam disebut sharf.
Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran,
penghindaran, atau transaksi jual beli. Sharf adalah transaksi jual beli
suatu valuta dengan valuta lainnya. Di dalam Al-Lisan disebutkan, sharf
ialah menjual emas dengan perak atau sebaliknya, karena ini merupakan transaksi
dari satu substansi ke lain substansi.
Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang
dapat dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis atau yang tidak sejenis.
Dalam istilah fiqh al-mu’amalah prinsip ini biasa disebut dengan bay’al-sharf
(jual beli mata uang). Dalam mekanisme perbankan syari’ah, sharf berarti
jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
Walaupun jenis tukar menukar ini meliputi
transaksi valas, tukuar menukar uang dalam kepemilikan, dan yang lainnya, Namun
penulis hanya akan membahas tukar menukar mata uang yang tidak dengan sesuai
dengan syari’at islam yang banyak terjadi di dalam masyarakat.
Seperti
tukar menukar satu mata uang yang sama jenisnya tetapi mempunyai nilai tidak
sama dengan nilai tukar, maupun menukar mata uang yang jenisnya sama tetapi
karena yang ditukar uang yang lebih bagus maka ditukar dengan nilai yang tidak
sama. Hal ini dilarang dalam islam karena menurut hadis Nabi SAW menukar sesuatu haruslah
sama besarnya dengan nilai yang ditukar.
Dalam transaksi sharf pun harus
memenuhi beberapa rukun dan syarat. Beberapa rukun dari akad sharf yang
harus terpenuhi dalam transaksi as-sharf :
1.
Pelaku
akad.
·
Ba’i (penjual) adalah pihak yang memilki valuta
untuk dijual.
·
Musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan
akan membeli valuta.
2.
Objek
akad, yaitu sharf (valuta) dan si’rus sharf (nilai tukar).
3.
Shighat,
yaitu ijab dan qabul.
Sedangkan syarat sharf adalah :
1.
Valuta
(sejenis atau tidak sejenis). Apabila sejenis, harus ditukar dengan
jumlah yang sama. Apabila tidak sejenis, pertukaran dilakukan sesuai dengan
nilai tukar.
2.
Waktu
penyerahan (spot).
3.
Nilai tukar
yang diperjualbelikan harus telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun oleh
penjual sebelum keduanya berpisah badan.
Maka dalam melakukan suatu transaksi sharf,
pelaku transaksi sharf harus memenuhi rukun dan syarat sharf itu
sendiri. Seperti salah satu syaratnya yaitu Apabila sejenis, harus ditukar
dengan jumlah yang sama. Apabila tidak sejenis, pertukatran dilakukan sesuai
dengan nilai tukar.
Permasalahan yang ditemukan.
Biasanya praktek-praktek jual beli atau
penukaran mata uang seperti ini bisa ditemui saat menjelang hari Raya Idul
Fitri. Karena banyak orang yang menukarkan uang ratusan ribu rupiah dengan uang
puluhan maupun ribuan yang biasanya ditukar dengan nominal yang lebih kecil.
Tetapi penulis pernah menemui transaksi seperti ini dalam hari-hari biasa.
Yaitu transaksi seperti yang penulis sebutkan diatas. Padahal dalam satu syarat
sharf tidak boleh adanya transaksi seperti itu, adapun salah satu syaratnya
yaitu Apabila sejenis, harus ditukar dengan jumlah yang sama. Apabila tidak
sejenis, pertukatran dilakukan sesuai dengan nilai tukar.
seperti yang penulis tuangkan dalam pengertian
sharf diatas, maka permasalahan yang penulis temukan adalah sama-sama
pertukaran mata uang, tetapi nilai dari salah satu mata uang dikurangkan
jumlahnya dikarenakan sesuatu. Contoh, satu uang yang bernilai puluhan ribu
yaitu Rp. 10.000 ditukar dengan nilai mata uang yang Ribuan tetapi nilainya
tidak sama yaitu ditukar dengan nilai ribuan, Rp. 8000. Hanya karena sebuah
alasan seperti uang yang ditukar sudah jelek, nilainya atau apapun alasannya,
alasan penukaran seperti ini dilarang oleh Rasululllah SAW seperti yang
akan penulis terangkan dalam hadis seperti dibawah ini.
Analisis Hadis As-Sharf
.
Hadis sharf :
![]() |
Arti perkata :
:
![]() |
|||
![]() |
:
Arti ijmali hadis :
“Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ‘Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali yang sama beratnya,
janganlah kalian melebihkan sebagian di atas sebagian yang lain, janganlah
kalian menjual menjual perak dengan perak kecuali yang sama beratnya dan
janganlah kalian melebihkan sebagian di atas sebagian yang lain, dan janganlah
kalian menjual yang tidak ada diantara barang-barang itu dengan yang ada’. “(HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis
diatas, terdapat pengertian bahwa dilarang menjual emas dengan emas, kecuali
yang sama beratnya, dan dilarang bagi kita untuk melebihkan sebagian diatas
sebagian yang lain. Didaerah penulis, masih terdapat praktek seperti ini,
penulis pernah menemui praktek semacam ini yaitu tukar menukar uang yang jelek
atau lusuh dengan uang yang bagus, tetapi nilainya tidak sama atau dikurangi
dari nilai uang yang jelek atau lusuh. Dan dari salah satu sumber pun pernah
ditemui bahwa beliau menukar uang yang jelek bentuknya dengan yang bagus
bentuknya tetapi nilainya berkurang jauh dan ini dilakukan di salah satu bmt
didaerah penulis.
Memang dalam
kehidupan perbisnian, transakasi mata uang tidak dapat dihindarkan, baik untuk
kepentingan perdagangan atau untuk sewa. Namun hal itu, dalam dunia bisnis
praktak tersebut bukan merupaka hal baru, karena sejak zaman Nabi SAW penjualan
mata uang tersebut telah dipraktekkan oleh sahabat.
Aturan yang
diberikan oleh Rasul dalam transaksi jual beli selalu berangkat dan merujuk
kepada prinsip dasar transaksi dalam Islam, yaitu terdapatnya unsur kerelaan
hakiki bukan kerelaan semu. Sehingga tidak ada yang merasa terpaksa dan harus
menerima kehendak pihak lain. Ketentuan yang terdapat dalam hadits, menetapkan
beberahal yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam transaksi mata uang
seperti yang telah dijelaskan pada kandungan hadits.
Jika mata
uang yang diperjualbelikan sama, maka nominalnya juga harus sama, meskipun
dalam pecahan atau cetakan yang berbeda. Dengan ketentuan ini semua praktek
yang memperjual-belikan rupiah dengan rupiah, misalnya satu pecahan 10.000 an
dengan 8 pecahan ribuan ,atau 10 pecahan 10.000 an lusuh lusuh dengan 8 lembar
1000 an baru, tidak sesuai dengan ketentuan Islam.
Praktek
semacam ini juga pernah terjadi pada masa Nabi SAW, akan tetapi Nabi SAW
mengoreksi dan langsung melarang praktek tersebut. Seperti jual beli yang
dilakukan oleh sahabat dengan menjual auqiyah emas dengan dua dan tiga
dinar kepada orang Yahudi. Ketika Rasulullah SAW mengetahuinya beliau melarang
praktek tersebut, dan menyatakan harus setimbang. Dalam hadis lain, Rasulullah
saw menegaskan bahwa jual beli barang sejenis tidak seimbang, maka kelebihannya
termasuk riba. Sudah jelas bahwa riba merupakn praktek yang dengan sangat jelas
dilarang oleh Islam.
Dari
ketentuan ini juga dapat diketahui bahwa jika mata uang yang diperjual belikan
tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dolar, maka dapat dijual sesuai dengan
jenis hasil penawaran penjual dan pembeli atau harga pasar. Dalam jual beli
mata uang baik sejenis maupun tidak sejenis harus tunai sama tunai atau terjadi
penangguhan penyerahan uang maka kedua belah pihak mengikuti cara yang sama.
Hal itu terutama untuk tidak menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
Sebagai mata uang, setiap saat nilai mata uang akan mengalami perubahan. Aturan
harus sama-sama tunai ini, terutama untuk mata uang yang tidak sejenis,
dimungkinkan kerena nilai tukar mata uang yang sangat fluktuatif.
Solusi dari penulis.
Sharf
merupakan transaksi jual beli suatu
valuta dengan valuta lainnya. Al-sharf dalam islam transaksi ini
dibolehkan selama jenis, bentuk, maupun nominalnya sama. Jika tidak sama tetapi
masih dalam satu akad dan satu tempat itu masih dalam penangguhan. Seperti
dalam hadis “Tidak disertai keuntungan, bila dengan harga pada hari transaksi”.
Dan hendaknya tukar menukar itu secara total terhadap seluruh uang dalam
kepemilikan yang harus di tukar, hal ini juga untuk mencegah terjadinya riba.
Seseorang
yang hendak melakukan pertukaran suatu mata uang, emas, valas atau yang
sebagainya haruslah wajib melakukan batasan batasan seperti yang penulis
sebutkan diatas dan wajib menjauhkan diri dari segala bentuk transaksi sharf
yang bathil dan dilarang oleh syariat islam.
Tidaklah
dibenarkan para pelaku bisnis sharf berpendapat bahwa “ agama membenarkan pertukaran mata uang
dengan syarat dilakukan secara tunai, tetapi mereka mengabaikan kepentingan
umum dan mengutamakan kepentingan sendiri ”. jika mereka melakukan penyimpangan
dalam melakukan transaksi sharf ini, maka yang semula halal akan menjadi
terlarang karena dapat merugikan salah satu pihak.
Seseorang
yang akan melakukan transaksi sharf juga harus sesuai dengan rukun yang
membolehkan bagaimana melakukan transaksi sharf yang benar sesuai
anjuran syariat islam. Dan kita harus mengacu kepada hukum dan landasan syariat
islam yang telah ditetapkan. Kita harus memilih menggunakan transaksi yang baik
dalam melakukan transaksi sharf ini yang dibolehkan oleh agama dan terhindar
dari yang namanya riba.
Untuk
seseorang yang ingin menukarkan uang, sebaiknya menukarkan dengan nilai dan
jumlah yang sama. Misal Rp. 50.000 haruslah ditukar dengan jumlah yang
sama bukan malah mengurangi jumlah yang
ditukarkan misal jumlahnya Rp. 30.000. walaupun jenis uang yang ditukar lebih
bagus tetapi dengan dikurangi nilainya maka hal ini akan menimbulkan kerugian
bagi salah satu pihak.
Untuk itu, jika seseorang ingin
menukar kan uang nya dengan nilai yang sama, tukarkanlah di bank yang memang
sudah terbukti keabsahannya dan tukarkanlah langsung dengan datang ke bank dan
jangan mewakilkan kepada salah seoerang pegawai atau yang lainnya. Karena itu
akan berpotensi menyebabkan terjadinya praktek ekonomi










0 komentar:
Posting Komentar