Sabtu, 14 Juni 2014

Sejarah Peradaban Islam Pada Zaman Khulafaurrasyidin


Peradaban Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin
      A.    Latar Belakang.
Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin umat islam sebelum beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin untuk menentukannya. Karna itulah tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh muhajirin dan anshar berkumpul dibalai kota syai’dah, madinah untuk menentukan siapa yang pantas menjadi suksesor rasulullah saw sepeninggal beliau.
Dan setelah Rasulullah SAW wafat, seluruh tampuk kepemimpian pemerintah, negara dan keagamaan diserahkan kepada empat sahabat pilihan yang di sebut Khulaffaurrasyidin.
B.     Rumusan masalah.
a.       Bagaimana Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin ?.
b.      Siapa Suksesi Empat Tokoh Pertama Pada Masa Khulafaurrayidin ?.
c.       bagaimanakah Kemajuan Peradaban dan pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin ?.
d.      seperti apa Pengembangan Baitul Maal pada masa khulaffaurrasyidin?

C.    Tujuan.
a.       Untuk mengetahui Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin.
b.      Untuk mengetahui Siapa Suksesi Empat Tokoh Pertama Pada Masa Khulafaurrayidin.
c.       Untuk mengetahui bagaimana Kemajuan Peradaban dan pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin.
d.      Untuk mengetahui seperti apa Pengembangan Baitul Maal pada masa khulaffaurrasyidin.
B. Pembahasan
A.    Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin
Rasulullah wafat tidak meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk meneruskan kepemimpinannya (kekhalifahan). Sekelompok orang berpendapat bahwa Abu Bakar lebih berhak atas kekhalifahan karena Rasulullah meridhainya dalam soal-soal agama, salah satunya dengan memintanya mengimami shalat berjamah selama baliau sakit. Oleh karena itu, mereka menghendaki agar Abu Bakar memimpin urusan keduniaan, yakni kekhalifahan.
 Kelompok yang lain berpendapat bahwa orang yang paling berhak atas kekhalifahan ialah Abdullah bin Abbas Ali bin Abi Thalib. Selain itu, masih ada sekelompok lain yang berpendapat bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan ialah salah seorang kaum Quraisy yang termasuk di dalam kaum Muhajirin gelombang pertama. Kelompok lainnya berpendapat, bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan ialah kaum Anshar.
Dalam pertemuan dibalai pertemuan Bani Saidah di Madinah, kaum Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, pemuka Khazraj, sebagai pemimpin umat. Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena dipandang paling layak untuk menggantikan Nabi. Di pihak lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali bin Abi Thalib, karena nabi telah menunjuk secara terang-terangan sebagai penggantinya, disamping Ali adalah menantu dan kerabat nabi.[1]
Masalah suksesi mengakibatkan suasana politik umat Islam menjadi sangat tegang. Padahal sesame hidupnya, nabi bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh di antara sesame pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Dengan semangat ukhuwah Islamiyah, terpilihlah Abu bakar. Ia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan ideal, karena sejak pertama menjadi pendamping nabi, ia sahabat yang paling memahami risalah Muhammad, bahkan ia merupakan kelompok as-sabiqun al-awalun yang memperoleh gelar Abu Bakar Ash-Shidiq.

B.     Suksesi Empat Tokoh Pertama Pada Masa Khulafaurrayidin.
Sepeninggal Rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar  tradisi dari sang Guru Agung bagi kemajuan Islam dan umatnya. Oleh karena itu, gelar Al-Khulafa Ar-Rasyidin yang menjadi bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka.[2]
1.      Abu Bakar Ash-Shidiq (11-13H/632-634M)
a.       Kelahiran Abu Bakar Ash-Shiddiq.
            Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tamimi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Dijuluki Abu bakar karena dari pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk agama islam. Gelar Ash-Shidiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ Mi’raj. Seringkali mendampingi Rasulullah di saat-saat penting atau jika berhalangan, Rasulullah mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaan dan atau mengurusi persoalan-persoalan actual di Madinah. Pilihan umat terhadap tokoh ini sangatlah tepat.[3]
b.      Abu Bakar Ash-Siddiq Peran dan fungsinya .
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat di pahami dari pidato setelah pengangkatannya menjadi khalifah, Secara lengkap isi pidatonya sebagai berikut :
“Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika aku berlaku salah , maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilaman aku tiada mematuhi Allah dan Rasulnya, kamu tidaklah perlu menaatiku”.[4]
Ucapan pertama kali dibai’at ini menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam memerintah. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihat, serta shalat sebagai inti sari taqwa. Secara umum dapat di katakan bahwa pemerintahan Abu Bakar melanjutkan kepemimpinan selanjutnya, baik kebijakan dalam kenegaraan maupun pengurus terhadap agama.
c.       Durasi kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu Bakar memangku jabatan Khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya nabi. Terpilihnya Abu bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekad umat untuk bersatu melanjutkan tugas mulia nabi.
Ia menyadari bahwa kekuatan kepemimpinannya bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang pertama kali menjadi perhatian khalifah adalah merealisasikan keiginan nabi yang hamper tidak terlaksana, yaitu mengirimkan ekspidisi ke perbatasan Suriah di bawah kepemimpinan Usamah. [5]
Hal tersebut dilakukan untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam perang Mu’tah. Sebagian sahabat menentang keras rencana ini, tetapi khalifah tidak perduli. Nyatanya ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam, khusunya dalam membangkitkan kepercayaan diri mereka yang nyaris pudar.
Wafatnya Nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang arab yang lemah imannya justru mengatakan murtad, yaitu keluar dari Islam. Mereka melepaskan kesetiaan dengan menolak memberikan baiat kepada khalifah yang baru bahkan menentang agama Islam, karena menganggap bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama nabi Muhammad batal dengan sendirinya bersamaan dengan wafatnya Nabi. Maka tidaklah mengherankan dengan banyaknya suku Arab yang melepaskan diri dari ikatan agama Islam. Mereka adalah orang-orang yang baru memasuki Islam. Belum cukup waktu bagi nabi dan para sahabatnya untuk mengajari mereka prinsip-prinsip keimanan dan ajaran islam. Memang, suku-suku arab dari padang pasir yang jauh itu telah dating kepada nabi dan mendapat kesan mendalam tentang Islam, tetapi mereka hanyalah setitik air di samudera.
Mereka melakukan riddah, yaitu gerakan pengingkaran terhadap Islam. Riddah berarti murtad, beralih agama dari Islam ke kepercayaannya semula, secara politis merupakan pembangkangan (distortion) terhadap lembaga khalifah. Sikap mereka adalah perbuatan maker yang melawan agama dan pemerintah sekaligus. Oleh karena itu, khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula-mula hal itu dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, lalu berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan pembersihan juga dilakukan untuk menumpas nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat.
Adapun orang-orang yang tidak mau membayar zakat, di antaranya Karena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke perbendaharaan pusat di Madinah yang sama artinya dengan ‘penurunan kekuasaan’, suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertentangan dengan karakter mereka yang independen. Menduga bahwa hanya nabi yang wajib membayar zakat, yang dengan itu kesalahan seseorang dapat dihapus dan dibersihkan.
Penumpasan terhadap orang-orang murtad dan para pembangkang tersebut terutama setelah mendapat dukungan dari suku Gatafan yang kuat ternyata banyak menyita konsentrasi khalifah, baik secara moral maupun politik. Situasi keamanan Negara Madinah menjadi kacau sehingga banyak sahabat, tidak terkecuali Umar yang dikenal keras menganjurkan bahwa dalam keadaan yang sangat kritis lebih baik jika mengikuti kebijakan yang lunak.
Dalam memerangi kaum murtad, dari kalangan kaum muslimin banyak hafizh (pengahafal Al-Qur’an) yang tewas. Dikarenakan merupakan penghafal Al-Qur’an, Umar cemas jika angka kematian itu bertambah, yang berarti bebrapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah. Oleh karena itu, ia menasehati Abu bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-qur’an. Mulanya khalifah agak ragu untuk malekukan tugas ini karena tidak menerima otoritas dari nabi, tetapi kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid bin Tsabit. Menurut Jalaludin As-Suyuti bahwa pengumpulan Al-qur’an ini termasuk salah satu jasa terbesar Abu Bakar.
Peperangan melawan para pengacau tersebut meneguhkan kembali khalifah Abu Bakar sebagai “Penyelamat Islam”, yang berhasil menyelamatkan Islam dari kekacauan dan kehancuran, dan membuat agama itu kembali memperoleh kesetiaan dari Jazirah Arab. Sesudah memulihakn ketertiban di dalam negeri, Abu bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah Persia dan Bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu.
d.      Peradaban pada masa Abu Bakar.
Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang di lakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintah kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hafalan kaum muslim.  Hal ini di lakukan sebagai untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah syahidahnya beberapa orang penghafal Al-Qur’an pada perang yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Qur’an ini. Sejak itulah Al-Qur’an di kumpulakan dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama kalinya Al-Qur’an dihimpun.[6]
Selain itu, Peradaban islam yang terjadi pada praktek pemerintahan Abu Bakar terbagi beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
Dalam bidang perantara sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat infak, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin. Ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga negara non muslim, sebagai sumber pendapatan baitul maal. Penghasilan yang di peroleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini di bagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
Praktek pemerintahan Khalifah Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk umar bin khatab untuk menggantikannya. Faktor yang menyebabkan Abu Bakar menunjuk Umar adalah kekhawatirannya akan terulang kembali peristiwa yang menegangkan di Tsaqifah bani syaidah yang nyaris menyulut Umat islam kejurang perpecahan, bila tidak menunjuk seseorang yang akan menggantikannya.
e.       Akhir kepemimpinan Abu Bakar.
Tatkala Abu Bakar merasa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah, dia ingin memberikannya kekhalifahannya kepada seseorang sehingga di harapkan manusia tidak banyak terlibat konflik jatuhnya pilihannya kepada Umar Bin Khatab. Dia meminta pertimbangan sahabat-sahabat senior. Mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar Dia pun menulis wasiat untuk itu, lalu ia membai’at umar. Beberapa setelah itu, Abu bakar meninggal. Ini terjadi pada bulan jumadil akhir tahun 13H/634M.
Abu Bakar memanggil Utsman dan mendektekan teks perintah yang menunjuk umar sebagai penggantinya. Setelah Abu bakar meninggal, shalat jenazahnya dipimpin oleh Umar, dan beliau dimakamkan di rumah Aisyah, di samping Makam Nabi. Beliau berusia 63 tahun ketika meninggal dunia, dan kekhalifahannya berlangsung Selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.
f.       Wafatnya abu bakar ash-siddiq.
Abu bakar meninggal pada 13 hijriah atau 13 agustus 634 masehi dalam usia 63 tahun. Dan kekhalifahannya berusia dua tahun tiga bulan sebelas hari. Jenazahnya dmakamkan di samping rasulullah saw. Berkaitan kebijakan fiskal pada masa ke khalifahan abu bakar yaitu melanjutkan kebijakan kebijakan fiskal dari rasulullah. Hanya ada beberapa kebijakan fiskal beliau yang cukup dominan dibandingkan dengan yang lain yaitu seperti memberlakukan kembali kewajiban zakat setelah banyak yang membangkangnya. Kebijakan berikutnya adalah selektif dan ke hati-hatian dalam mengelola zakat sehingga tidak ditemukan penyimpangan dalam pengelolaannya.[7]
2.      Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M).
a.       Kelahiran Umar ibn Al-Khathab.
Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraissy dari suku Adi, salah satu suku yang terpandang mulia. Umar dilahirkan di Mekah empat tahun seetelah kelahrian nabi. Ia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih, dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak ayahnya dan berdagang hingga ke Syiria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya, Quraisy untuk berunding dan mewakilinya jika ada persoalan dengan suku-suku yang lain. Umar masuk Islam pada tahun ke lima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat nabi serta dijadikan tempat rujukan oleh nabi mengenai hal-hal yang penting.
Ia dapat memecahkan masalah yang rumit tentang siapa yang berhak mengganti rasulullah dalam memimpin umat setelah wafatnya rasulullah. Dengan memilih dan membai’at Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah sehinga ia mendapat penghormatan yang tinggi dan dimintai nasehatnya serta menjadi tangan kanan khalifah yang baru itu. Sebelum menginggal dunia, abu bakar telah menunjuk umar bin khattab sebagai penerusnya. Rupanya masa dua tahun bagi khalifah abu bakar belumlah cukup menjamin stabilitas keamanan terkendali, maka penunjukan ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dikalangan umat islam.
b.      Proses pengangkatan khalifah Umar bin Khaththab.
Peristiwa diangkatnya umar sebagai khalifah itu merupakan fenomena yang baru, tetapi haruslah dicatat bahwa prose peralihan kepemimpina tetap dalam bentuk musyawarah, yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari abu bakar yang diserahkan kepada persetujuan umat islam. Untuk menjajagi pendapat umum, khalifah Abu Bakar melaukan serangkaian konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa orang sahabat, antara lain Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan.  Pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan umar, sahabat Thalhah misalnya, segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya. Namun karna Umar adalah orang yang paling tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka pengangkatan Umar mendapat persetujuan dan bai’at dari semua anggota masyarakat islam.
c.       Peradaban pada masa khalifah Umar bin Khatthab.
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administratif dalam kepemerintahan, peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah Umar bin Khaththab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang [8] sebagai berikut:   
Naskah Asas-Asas Hukum Acara.
Dari Umar Amirul mu’minin kepada Abdullah bin qais, mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan dan Rahmat_Nya kepada engkau.
a.       Kedudukan lembaga keadilan.
b.      Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya.
c.       Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak dan berlaku adil.
d.      Kewajiban pembuktian.
e.       Lembaga damai.
f.       Perundaan persidangan.
g.      Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal.
h.      Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis.
i.        Orang islam haruslah berlaku adil.
j.        Larangan bersidang ketika sedang emosional.[9]
d.      Wafatnya Umar bin Khatthab.
Umar meninggal pada waktu subuh. Saat umar shalat subuh bersama sama kaum muslimin yang lainnya. Abu Lulu Fairuz Al-Fursisi, seorang yang beragama Majusi pembantu Al-Mughairah bin Syubah menikam dari belakang dengan sebilah pisau beracun. Tiga hari sesudah itu, bulan zulhijah 23 hijriah, Umar meninggal dunia dalam usia 63 tahun. Jabatannya sebagai khalaifah dipegang selama 10 tahun 6 bulan 5 hari. Jasadnya dikubur disamping Rasulullah SAW dan Abu bakar ash-siddiq.[10]

3.      Utsman bin Affan (23-36 H/644-656M).
a.       Kelahiran Utsman bin Affan.
Khalifah ke tiga adalah utsman bin affan. Nama lengkapnya ialah utsman bin affan bin abil ash bin umayyah dari suku quraisy. Lahir pada tahun 576 M, enam tahun setelah peristiwa penyerangan kabah oleh pasukan bergajah atau enam tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW.
Ibu Khalifah Utsman bin Affan adalah Urwybin kuraiz bin rabi’ah bin habib bin abdi Asy-Syams bin Abd Al-Munaf. Utsaman bin Affan masuk islam pada usia 30 tahun atas ajaran Abu Bakar[11]). dan menjadi salah seorang sahabat dekat nabi. Ia sangat kaya tetapi berlaku sangat sederhana, dan sebagian besar kekayaannya digunakan untuk kepentingan islam.
Ia mendapat julukan zun nurain, artinya yang memiliki dua cahaya, karna menikahi dua putri nabi secara berurutan stelah yang satunya meninggal.ia juga merasakan penderitaan yang disebabkan oleh tekanan kaum quraisy terhadap muslim dimekah, dan ikut hijrah ke abesinia bersama istrinya.
Usman menyumbang 950 ekor unta dan 50 bagal serta 1000 dirham dalam ekspedisi untuk melawan bizantium di perbatasan palestina. Ia juga membeli mata air orang orang romawi yang terkenal dengan harga 20.000 dirham untuk selanjutnya diwaqafkan bagi kepentingan umat islam. Dan permnah meriwayatkan hadis kurang lebih 150 hadis.
Pada masa awal pemerintahannya, usman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan islam. Daerah daerah strategis yang sudah dikuasai islam seperti mesir dan irak terus dilindingi dan dikembangkan dengan melaukan serangkaian ekspeisi militer yang terencanakan secara cermat dan simulkan disemua front.
Karya monumental usman lain yang disembahkan kepada umat islam adalah penyusunan kitab suci umat islam. Penyusunan Al-Qur’an dimaksudkan untuk mengakhiri perbedaan perbedaan serius dalam bacaan Al-Qur’an. Disebutkan bahwa pengiriman ekspedisi militer ke armenia dan azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan antara muslim, dimana sebagiannya direkrut dari suriah dan sebagian lagi dari irak[12]
b.      Proses pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan.
Sebelm meninggal Umar telah memanggil tiga calon penggantinya, yaitu Utsman, Ali dan Sa’ad bin Waqqash. Dalam pertemuan dengan mereka secara bergantian, umar berpesan agar penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat. Disamping itu, umar telah membentuk dewan formatur yang bertugas memilih penggantinya kelak. ada Dua orang yang muncul menjadi kandidat pengganti khalifah umar, yaitu utsman dan ali. Ketika dilakuan penjajagan suara diluar sidang formatur yang dilakukan oleh abd ar-rahman, terjadi silang pemilihan. Ali dipilih oleh utsman dan utsman dipilih oleh ali. Selanjutnya and ar-rahman bermusyawarah dengan masyarakat dan sejumlah pembesar di luar anggota formatur. Ternyata suara dimasyarakat telah terpecah menjadi dua, yaitu kubu bani hasyim mendukung ali dan kubu bani umayyah mendukung utsman.
Kemudian, abd ar-rahman memanggil ali dan menanyakannya, seandainya dia menjadi khalifah, sanggupkah dia menjalankan pemerintahan berdasarkan al-qur’an dan sunah rasul, dan kebijaksanaan khalifah sebelum dia? Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Abd ar-rahman kemudian memanggil utsman dan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. Dan dengan tegas utsman menjayab ‘ya! Saya sanggup’. Dan berdasarkan jawaban itu, abd ar-rahman menyaatakan , “ utsman sebagai khalifah ke tiga, dan segaralah dilakukan bai’at. Waktu itu utsman berusia tujuh puluh tahun. Dalam hubungan ini patut dikemukakan bahwa ali sangat kecewa atas cara apa yang dipakai oleh abd ar-raman  tersebut dan menyatakan bahwa semula ia sudah merencanakan bersama utsman. Sebab kalau utsman menjadi khalifah, berarti kelompok abd ar-rahman  bin auf akan berkuasa.[13]
c.       Visi dan misi Khalifah Utsman bin Affan.
Roda pemerintahan utsman pada dasarnya tidak berbeda dari pada pendahulunya. Dalam pidato pembaiatannya, ia ditegaskan akan meneruskan kebiasaan yang dibuat pendahulunya. Pemegang kekausaan tertinggi berada ditangan khalifah; pemegang dan pelaksana pelaksana eksekutif. Dipusat dibantu oleh sekertaris negara dan dijabat oleh marwan bin hakkam, anak paman khalifah. Jabatan ini sangat strategis, karna mempunyai wesenang untuk mempengaruhi keputusan khalifah. Karna dalam prateknya, marwan tidak hanya sebagai sekertaris negara, tetapi juga sebagai penasehat pribadi khalifah. Selain sekertaris negara, khalifah utsman juga dibantu oleh pejabat pajak, pejabat kepolisian, pejabat keuangan atai baitul maal, seperti pada masa pemerintahan baitul maal.
Untuk pelaksanakan administrasi pemerintahan di daerah, khalifah utsman mempercayakannya kepada seorang  gubernur untuk setiap wilayah aatau provinsi. Pada masanya, wilayah kekuasaan negara madinah dibagi menjadi sepuluh profinsi. Setiap amir atau gubernur adalah wakil khalifah didaerah untuk melaksanakan tugas administrasi pemerintahan dan bertanggung jawab kepadanya. Seorang amir diangkat dan diberhentikan oleh khalifah. Kedudukan gubernur disamping kepala pemerintahan daerah, juga sebagai pemimpin agama, pemimpin ekspedisi militer, penetap undang undang, dan pemutus perkara, yang dibantu oleh khatib (sekertaris), pejabat pajak, pejabat keuangan (baitul maal), dan pejabat kepolisian.[14]
d.      Peradaban pada masa utsman bin affan.
Karya besar monumental khalifah utsman adalah membukukan mashaf al-qur’an. Pembukuan ini didasarkan atas alasan dan pertimbangan untuk mengakhiri perbedaan bacaan dikalangan umat islam yang diketahui pada saat ekspedisi militer ke armenia dan azerbaijan. Pembukuan ini di laksanakan oleh suatu kepanitiaan yang diketuai oleh zaid bin tsabit. Adapun kegiatan pembangunan diwilayah islam yang luas, meliputi daerah daerah pemukiman, jembatan, jalan, masjid, wisma tamu, pembangunan kota-kota baru yang kemudian tumbuh pesat. Semua jalan yang menuju ke madinah dilengkapi dengan kafilah dan fasilitas bagi para pendatang. Masjid nabi dimadinah diperluas. Tempat ersediaan air dibangun di madinah, dikota-kota padang pasir, dan diladang ladang peternakan unta. Pembangunan berbagai sarana umum ini menunjukan bahwa utsman sebagai khalifah kemaslahatan publik sebagai bentuk dari manifestasi kebudayaan sebuah kebudayaan masyarakat.[15]
e.       Wafatnya Utsman bin Affan.
Akhir hayat utsman diawali ketika pada saat berbagai utusan dari kufah, basrah, dan mesir datang menemui usman agar memecat para gubernurnya yang notabene adalah kerabat kerabat sendiri, akan tetapi utsman menolak. Mereka kemudian mengepung rumah utsman dan menuntut pengunduran diri, usman juga menolak. Pengepungan terus berjalan sampai beberapa hari. Sebagian dari mereka memaksa masuk kerumah untuk kemudian membunuhnya. Ini terjadi pada bulan dzulhijah 35 H atau 7 juni 656 M, pada waktu berumur 82 tahun dan kekhalifahannya berlangsung selama 12 tahun kurang 12 hari. Jenazahnya dimakamkan di baqi’ waktu malam hari.[16]
4.      Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M).
a.       Biografi Ali Bin Abi Thalib.
Ali adalah putra Abi Thalib Ibn Abdul Muthallib. Ia adalah sepupu nabi Muhammad SAW. Yang  kemudian menjadi menantunya karena menikahi putri nabi Muhammad SAW (fatimah), ia telah ikut bersama rosullulah SAW sejak bahaya kelaparan mengancam kota mekkah dan tinggal dirumahnya.[17] Ia masuk islam ketika berusia sangat muda dan termasuk orang yang pertama masuk islam dari kalangan pria. Pada saat Nabi menerima wahyu pertama, Ali berusia 13th menurut A.M Sabban, sedangkan menurut mahmudunnasir, ali berumur 9th.[18]
Mahmudunnasir selanjutnya menulis bahwa Ali termasuk salah seorang yang baik dalam memainkan pedang dan pena, bahkan ia kenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang yang pandai dan bijaksana, sehingga menjadi penasehat pada zaman khalifah Abu bakar, Umar, dan Utsman. Ia mengikuti hampir semua peperangan pada Zaman Nabi Muhammad SAW. Ia tidak sempat di bai’at Abu Bakar, karena sibuk mengurus zanazah Rosulullah SAW.[19]    
b.      Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Khaliffah empat adalah Ali bin Abi Thalib, Ali adalah keponakan dan menantu nabi.  Ali adalah putra Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu nabi yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota mekah, demi untuk membantu keluarga pamannya mempunyai banyak putra.
Ali adalalah seseorang yang memiliki banyak kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Pribadinya penuh fitalitas dan energik, perumus kebijakan dengan waawasan yang jauh kedepan. Ia adalah pahlawan yang gagah berani, penasehat yang bijaksana penasehat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi,  seorang sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang yang berpengaruh setelah muhammad.
Beberapa hari pembunuhan Utsman, stabilitas keamanan kota madinah menjadi rawan. Gafiqy bin Harb memegang keamanan ibu kota islam itu selama kira kira 5 hari sampai terpilihnya khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan usman, menerima baiat dari sejumlah kaum muslimin.[20]
Tugas pertama yang dilaukan oleh khalifah Ali ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh usman kepada kaun kerabatnya kedalam kepemilikan negara.  Ali juga segera menurunkan semua gubernur yang tidak disenangi rakyat. Usman bin Hanif diangkat menjadi penguasa basrah menggantikan Ibn Amir, dan Kais bin Sa’ad dikirim ke mesir untuk menggantikan gubernur negeri itu yang dijabat oleh Abdullah. Gubernur Suriah, Muawiyah, juga diminta meletakan jabatan, tetapi ia menolak perintah Ali, bahkan ia tidak mengakui ke khalifahannya.
c.       Proses Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya. Ali dibai’at di tengah-tengan suasan berkabung atas meninggalnya Utsman, pertentangan dan kekacauan, serta kebingungan umat Islam Madinah. Sebab kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibai’at menjadi khalifah.
Setelah Utsman terbunuh, kaum pembrontak mendatangi para sahabat senior satu persatu yang ada di kota madinah, seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar bin Khathab agar bersedia menjadi khalifah, Namun mereka menolak. Akan tetapi baik kaum pembrontak ataupun kaum  Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali Menjadi khalifah.
 Ia didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar bersedia di bai’at menjadi khaifah. Namun, ali menolak sebab ia menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah masyarakat mengemukakan bahwa umat islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia di bai’at menjadi khalifah.
Ia di bai’at oleh mayoritas rakyat Muhajirin dan Anshar serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior seperti Abdullah bin Umar bin Khathab, Muhammad bin maslamah,saad bin abi waqqas, hasan bin tsabit, Abdullah bin salam yang waktu itu berada di Madinah tidak mau ikut membai’at Ali.
d.      Peristiwa tahkim pada masa ali bin abi thalib.
Konflik politik antara ali bin abi thalib dengan muawiyah bin abi sufyan diakhiri dengan tahkim. Dari pihak ali bin abi thalib diutus seorang ulama yang dikenal sangat jujur dan tidak cerdik dalam politik, yaitu abu musa al-asy’ari. Sebaliknya, dari pihak muawiyah bin abu sufyan diutus seorang yang terkenal dan sangat cerdik dalam berpolitik, yaitu amr bin ash. Dalam tahkim tersebut, pihak ali bin abi thalib dirugikan oleh pihak muawiyah bin abu sifyan karna kecerdikan amr bin ash yang dapat mengalahkan abu musa al-asy’ari. Pendukung ali bin abi thalib kemudian terpecah menjadi dua yaitu kelompok pertama adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil tahkim. Dan mereka tetap setia kepada ali bin, sedangkan kelompok yang ke dua adalah kelompok yang menolak hasil tahkim dan kecewa dengan kepemimpinan ali bin abi thalib. Mereka menyatakan diri keluar dari pendukung ali bin abu thalib yang kemudian melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat dalam tahkim, termasuk ali bin abu thalib.[21]
e.       Wafatnya ali bin abi thalib.
Pemerintahan ali berakhir dengan terbunuhnya beliau di tangan ibnu muljam dari kelompok khawarij. Jenaahnya dimandikan oleh kedua putranya hasan dan husein, kemudian dimakamkan di kufah. Tetapi ibnu asir menyatakan bahwwa jenazahnya dimakamkan di deft. Ali meninggal pada usia 63 tahun setelah memerintah selama 5 tahun 3 bulan.                                                                                                                                                                                                                                                                   
C.    Kemajuan Peradaban dan pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin.
Masa kekuasaan Khulafaurrasyiddin yang di mulai sejak Abu bakar Ash-Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekuasaan khalifah islam yang berhasil dalam mengembangkan wilayah islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan dasar agama islam di Arab, setelah beliau wafat, gagasan dan ide-idenya di teruskan oleh Khulafaurrasyidin dalam waktu yang relatif singkat  telah membuahkan hasil yang begitu gilang-gemilang. Dari hanya wilayah Arabia, ekspansi kekuasaan islam menembus keluar Arabia memasuki wilayah-wilayah Afrika, Syiria, Persia, bahkan menembus Bizantium dan Hindia.
Ekspansi ke Negara-Negara yang sangat jauh dari pusat kekuasaan, dalam waktu tidak lebih dari setengah abad merupakan kemenangan menakjubkan dari suatau bangsa yang sebelumnya tidak pernah memiliki pengalaman politik yang memadai.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat, antara lain sebagai berikut:
Islam, di samping ajaran yang mengatur hubungan manusia dan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat. Dalam dada para sahabat Nabi SAW tertanam keyakinan yang sangat kuat tetang kewajiaban menyerukan ajaran-ajaran Islam ( Dakwah) seluruh penjuru dunia. Di samping itu suku- suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran perang tersebut membentuk satu kesatuan yang terpadu dalam diri umat Islam.
Bizantium dan persia, dua kekuatan yang menguasai timur tengah pada waktu itu mulai memasuki masa kemunduruan dan kelemahan, baik karna sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karna persoalan-persoalan dalam negri masing-masing. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karna pihak kerajaan memaksakan aliran yang di antutnya.
Islam datang ke daerah daerah yang di masukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk islam. Bangsa sami di syiria dan palestina, dan bangsa hami di mesir memandang bangsa arab lebih dekat dengan mereka dari pada bangsa eropa, Bizantium yang memerintah mereka. Mesir, syiria dan Irak adalah daerah- daerah yang kaya. Kekayaan nya itu membantu pengusa Islam untuk membiyayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Pada masa kekuasaan para Khulafaurrasyidin, banyak kemajuan peradaban telah di capai. Di antaranya adalah munculnya gerakan pemikiran dalam islam. Di antara Pemikiran yang menojol tersebut pada masa Khulafaurrasiddin adalah sebagai berikut :
1.      Menjaga keutuhan Al-Qur’an Al-Karim dan mengumpulkannya dalam bentuk mushaf pada masa Abu Bakar.
2.      Memberlakukan mushaf standar pada masa Utsman bin Affan.
3.      Keseriusan mereka untuk mencari serta mengajarkan  ilmu dan memerangi.
4.      kebodohan berislam pada penduduk negri. Oleh sebeb itu, para sahabat pada  masa Utsman di kirim keberbagai pelosok untuk menyiarkan islam. Mereka mengajarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah kepada banyak penduduk negri yang sudah di buka.
Sebagian orang tidak senang kepada Islam, terutama dari pihak oriientalis abad ke-19 banyak yang mempelajari fenomena futuhat al-Islamiyah dan menafsirkannya dengan motif bendawi. Mereka mengatakan bahwa futuhat  adalah perang dengan motif ekonomi, yaitu mancari mengeruk kekayaan negri yang telah di tundukan. Interpretasi ini tidak sesuai dengan kenyataan sejarah yang berbicara bahwa berperangnya sahabat adalah karena iman yang bersemayam di dada mereka.
Islam pada masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan negara, antara da’i maupun panglima. Tiada di kenal orang yang berprofesi kusus sebagai da’i. Para Khalifah adalah penguasa, imam sholat, mengadili orang yang berselisih, da’i, dan juga panglima perang.
Disamping itu, dalam hal peradaban juga terbentuk organisasi  negara atau lembaga- lembaga yang di miliki pemerintah kaum muslim sebagai penduduk kemaslahatan kaum muslimin. Oranisasi negara tersebut telah di bina lebih sempurna, telah di jadikan sebagai suatu Nizham yang mempunyai alat-alat perlengkapan dan lembaga-lembaga menuntut ukuran zamannya telah cukup baik.
D.     Pengembangan Baitul Maal pada masa khulaffaurrasyidin.
Baitul maal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam dan Khalifah adalah penguasa penuh atas dana tersebut. Tetapi ia tidak boleh mempergunakannya untuk kepentingan pribadi. Dan ia tidak mengambil keuntungn atas posisinya. Baitul maal dianggap sebagai harta kaum muslimin, sedangkan khalifah dan amil-amilnya hanyalah pemegang kepercayaan. Jadi merupakan tanggung jawab negara untuk menyediakan tunjangan yang berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak terlantar, dan yang berhak menerimanya.
Sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar tinggal di Sikh, yang terletak di pinggir kota madinah tempat baitul maal dibangun. Dalam pengembangan baitul maal, beliau melakukan pengangkatan penanggung jawab baitul maal.  Beliau menunjuk Abu Ubaid sebagai penanggung jawab baitul maal. Setelah 6 bulan, beliau pindah kemadinah dan bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk dijadikan baitul maal. Sistem pendistribusian yang lama telah dilanjutkan, sehingga pada saat wafatnya, hanya satu dirham yang tersisa dalam perbendaharaan keuangan.
Kepemimpinan beliau mengalami kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan sehari harinya. Sehingga dengan penuh keterbukaan dan keterusterangan beliau mengatakan kepada umatnya bahwa perdagangan saja tidak akan mencukupi kebutuhan keluarganya. Kesulitan beliau diketahui oleh khalayak ramai terutama oleh Siti Aisyah dan dengan kesepakatan bersama selama kepemimpinan beliau baitul maal mengeluarkan kebutuhan bagi khalifah Abu Bakar yaitu sebesar dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya kepada beliau.
Selain itu Abu Bakar juga menerapkan konsep Balance Budget Policy pada baitul maal. Namun ysng menarik dari kepemimpinan beliau adalah ketika beliau hendak wafat, beliau mengeluarkan kebijakan internal dengan mengembalikan kekayaan kepada negara karna kondisi negara yang sedang krisis ekonomi. Gaji yang selama ini diambil dari baitul maal yang ketika dikalkulasi berjumlah 8.000 dirham, mengganti dengan menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh penjualannya diberikan untuk pendanaan negara.[22]
Baitul maal pada masa pemerintahan Umar bin Khatthab merupakan salah satu unsur kebijakan fiskalnya. Kontribusi terbesarnya adalah membentuk perangkat administrasi yang baik untuk menjalankan roda pemerintahan yang besar. Setelah penaklukan terhadap negara lain semakin banyak terjadi pada masa umar. oleh karna itu semain banyaknya harta yang mengalir kekota madinah. Untuk menyimpan harta tersebut, baitul maal yang reguler dan permanen didirikan untuk pertama kalinya di ibukota dan kemudian cabangnya dibangun di ibukota provinsi. Abdullah bin Arkam ditunjuk sebagai pengurus baitul maal bersama dengan Abdurrahman bin Ubaid Al-Qari serta Muqayqab sebagai asistennya. Setelah penaklukan Syiria, Sawad dan Mesir, penghasilan baitul maal meningkat (kharaj dari sawad mencapai seratus juta dinar dan mesir dua juta dinar).
 Bersamaan dengan pengorganisasian baitul maal, Umar mendirikan diwan Islam yang pertama yang disebut Al-Divan. Dimana itu adalah sebuah kantor yang ditunjuk untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan dan pensiun. Selama memerintah, Umar tetap memelihara baitul maal dengan hati hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariah dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerima. Selain itu beliau juga menunjuk sebuah komeite yang terdiri dari nasab ternama untuk membuat laporan sensus penduduk madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya. Daftar tersebut disusun dengan urutan, Pertama, Orang yang mempunyai hubungan dengan nabi. Kedua, Mereka yang ikut serta dalam perang badar dan perang uhud. Ketiga,imigran ke abysinnia dan madinah dan lainnya kaum wanita, anak-anak dan para budak juga diberi tunjangan.[23] Setelah sumber pendanaan dan sumber daya dari baitul maal cukup kuat, beberapa pengeluaran lain ditambahkan dan dimasukkan kedalam daftar kewajiban negara seperti memberi memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
Khalifah Utsman tidak mengambil upah dari baitul maal. sebaliknya, ia meringankan beban pemerintahan, bahkan menyimpan uangnya diperbendaharaan negara. Sikap kedermawanan ini tak lepas karena beliau adalah saudagar yang sangat kaya sekalipun menjadi kepala pemerintahan. Inilah yang membedakan khalifah utsman dengan dua khalifah sebelumnya. Tetapi hal ini justru menimbulkan kesalah pahaman antara khalifah dan Abdullan bin Arqam, yaitu yang berwenang melaksanakan kegiatan baitul maal pusat. Dan pada  perkembangan berikutnya kedaan bertambah rumit dengan munculnya pernyataan-pernyataan lain yang menimbulkan kontroversi mengenai pengeluaran baitul maal dengan tidak hati hati, sedangkan itu semua merupakan pendapatan personalnya. Dilaporkan untuk pengamanan zakat dalam gangguan dan masalah pemeriksaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang nakal, khalifah Usman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik untuk menaksirkan kepemilikannya sendiri. Dia juga mengurangi zakat dari pensiun.
Karna pengaruh kaum keluarga yang terlalu besar terhadap berbagai kebijakan utsman, beberapa tindakan utsman banyak mendapat protes dari umat dalam pengelolaan baitul maal. Kenyataan itu nampak pada pengangkatan keluarga sendiri untuk menduduki jabatan tinggi di beberapa wilayah, kebiasaan hidup mewah dikalangan keluarga khalifah itu sendiri. Hal ini akhirnya memicu ketidak puasan tersendiri terhadap pemerintahan utsman.[24]
Menurut dari sebuah riwayat, Ali bin Abi Thalib menarik dirinya dari dana baitul maal, bahkan menurut sebuah riwayat yang lainnya dia memberikan 5.000 dirham setiap tahunnya. Sebagai khalifah Ali sangat sederhana dalam hidupnya. Ali mendapat santunan dari baitul maal, yaitu mendapatkan berupa jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kainnya. Dan sering bajunya teardapat tambalan.  Ia sangat teliti dalam menyalurkan dana baitul maal dan sangat tegas kepemimpinannya. Ali menyuruh agar Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada di baitul maal, berbeda dengan umar yang menyisihkannya untuk cadangan. Prinsip pemerataan distribusi uang rakyat diperkenankan. Sistem pendistribusian setiap pekan sekali untuk pertama kalinya diperkenalkan. Hari kamis adalah hari pendistribusianatau hari pembayaran. Pada hari sabtu, semua penghitungan diselesaikan dan dimulai dari hari sabtu lagi dimulailah perhitungan yang baru.[25]
D. Kesimpulan
Rasulullah wafat tidak meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk meneruskan kepemimpinannya (kekhalifahan). Dan akibatnya masalah suksesi mengakibatkan suasana politik umat Islam menjadi sangat tegang. Padahal selama hidupnya, Nabi bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh di antara sesame pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Namun empat orang pengganti beliau adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar  tradisi dari sang Guru Agung bagi kemajuan Islam dan umatnya. Oleh karena itu, gelar Al-Khulafa Ar-Rasyidin yang menjadi bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka.  Keempat sahabat tersebut adalah Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a; Umar bin Khaththab r.a; Ustman bin Affan r.a; dan Ali bin Abi Thalib r.a.

















DAFTAR PUSTAKA

Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009.
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2010.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010.
Abul A’la Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 1996.
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Mohamad Fauzan, Pokok-pokok hukum acara perdata peradilan agama dan mahkamah syari’ah di indonesia, Jakarta:Kencana, 2005.

























[1]Nur Chamid, Jejak langkah sejarah pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta:Pustaka belajar;2010), h.62.
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta:Sinar Grafika Offset;2009), h.93.
[3] .Ibid.
[4] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Setia;2008), h.69.
[5] Ibid, Nur Chamid, h.65.
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta :Raja Grafindo Persada;2010).h.56.

[7] Ibid, Nur Chamid, h.68.
[8] M.fauzan, Pokok-pokok hukum acara perdata peradilan agama dan mahkamah syari’ah di indonesia,(Jakarta:Kencana;2005),h.93-94.
[9] Ibid. Dedi supriyadi. h. 83-84.
[10] Ibid, Nur Chamid, h.93
[11] Ibid.h. 86.
[12] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Sinar Grafika;2009).h.83.
[13] Ibid, dedi supriadi, h.87-89
[14] Ibid, h.91-92
[15] Ibid, h, 92-93
[16] Ibid, Nur Chamid, h.98.
[17] Syed Mahmudunnasir, Islam it’s Concepts and history, (India:Lohoti Fine Art;1981), h.144.
[18]Abul A’la Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, (Bandung: Mizan;1996),h.63.
[19] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Setia;2008), h.98.

[20] Ibid. h. 87.
[21] Ibid, h. 98-99
[22] Ibid, Nur Chamid, h. 66-67
[23] Ibid, h. 75-78
[24] Ibid, h.93-97
[25] Ibid, h. 99-101

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites