A. Latar Belakang.
Nabi Muhammad SAW tidak
meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai
pemimpin umat islam sebelum beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan
persoalan tersebut kepada kaum muslimin untuk menentukannya. Karna itulah tidak
lama setelah beliau wafat, belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh
muhajirin dan anshar berkumpul dibalai kota syai’dah, madinah untuk menentukan
siapa yang pantas menjadi suksesor rasulullah saw sepeninggal beliau.
Dan setelah Rasulullah SAW wafat,
seluruh tampuk kepemimpian pemerintah, negara dan keagamaan diserahkan kepada
empat sahabat pilihan yang di sebut Khulaffaurrasyidin.
B. Rumusan masalah.
a. Bagaimana Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin ?.
b. Siapa Suksesi Empat Tokoh Pertama Pada Masa Khulafaurrayidin ?.
c. bagaimanakah Kemajuan Peradaban dan pemikiran Ekonomi Islam Pada
Masa Khulafaur Rasyidin ?.
d. seperti apa Pengembangan Baitul Maal pada masa
khulaffaurrasyidin?
C. Tujuan.
a. Untuk mengetahui Sejarah Peradaban Islam Pada Masa
Khulafaurrasyidin.
b. Untuk mengetahui Siapa Suksesi Empat Tokoh Pertama Pada Masa
Khulafaurrayidin.
c. Untuk mengetahui bagaimana Kemajuan Peradaban dan pemikiran
Ekonomi Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin.
d. Untuk mengetahui seperti apa Pengembangan Baitul Maal pada masa
khulaffaurrasyidin.
B. Pembahasan
A. Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin
Rasulullah
wafat tidak meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk meneruskan
kepemimpinannya (kekhalifahan). Sekelompok orang berpendapat bahwa Abu
Bakar lebih berhak atas kekhalifahan karena Rasulullah meridhainya dalam
soal-soal agama, salah satunya dengan memintanya mengimami shalat berjamah
selama baliau sakit. Oleh karena itu, mereka menghendaki agar Abu Bakar
memimpin urusan keduniaan, yakni kekhalifahan.
Kelompok yang lain berpendapat bahwa orang
yang paling berhak atas kekhalifahan ialah Abdullah bin Abbas Ali bin Abi
Thalib. Selain itu, masih ada sekelompok lain yang berpendapat bahwa yang
paling berhak atas kekhalifahan ialah salah seorang kaum Quraisy yang termasuk
di dalam kaum Muhajirin gelombang pertama. Kelompok lainnya berpendapat, bahwa
yang paling berhak atas kekhalifahan ialah kaum Anshar.
Dalam
pertemuan dibalai pertemuan Bani Saidah di Madinah, kaum Anshar mencalonkan
Sa’ad bin Ubadah, pemuka Khazraj, sebagai pemimpin umat. Sedangkan Muhajirin
mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena dipandang paling layak untuk
menggantikan Nabi. Di pihak lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali
bin Abi Thalib, karena nabi telah menunjuk secara terang-terangan sebagai
penggantinya, disamping Ali adalah menantu dan kerabat nabi.[1]
Masalah
suksesi mengakibatkan suasana politik umat Islam menjadi sangat tegang. Padahal
sesame hidupnya, nabi bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan sejati
yang kokoh di antara sesame pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan kaum
Anshar.
Dengan
semangat ukhuwah Islamiyah, terpilihlah Abu bakar. Ia adalah orang Quraisy yang
merupakan pilihan ideal, karena sejak pertama menjadi pendamping nabi, ia
sahabat yang paling memahami risalah Muhammad, bahkan ia merupakan kelompok as-sabiqun al-awalun yang memperoleh
gelar Abu Bakar Ash-Shidiq.
B. Suksesi Empat Tokoh Pertama Pada Masa Khulafaurrayidin.
Sepeninggal
Rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah para pemimpin yang adil dan
benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang Guru Agung bagi kemajuan
Islam dan umatnya. Oleh karena itu, gelar Al-Khulafa
Ar-Rasyidin yang menjadi bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka.[2]
1. Abu Bakar Ash-Shidiq (11-13H/632-634M)
a. Kelahiran Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu Bakar, nama lengkapnya ialah
Abdullah bin Abi Quhafa At-Tamimi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah,
kemudian diganti oleh nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat
yang utama. Dijuluki Abu bakar karena dari pagi-pagi betul (orang yang paling
awal) memeluk agama islam. Gelar Ash-Shidiq diperolehnya karena ia dengan
segera membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ Mi’raj. Seringkali
mendampingi Rasulullah di saat-saat penting atau jika berhalangan, Rasulullah
mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaan dan atau
mengurusi persoalan-persoalan actual di Madinah. Pilihan umat terhadap tokoh
ini sangatlah tepat.[3]
b.
Abu Bakar Ash-Siddiq Peran
dan fungsinya .
Sepak terjang pola pemerintahan
Abu Bakar dapat di pahami dari pidato setelah pengangkatannya menjadi khalifah,
Secara lengkap isi pidatonya sebagai berikut :
“Wahai
manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah
orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku
dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika aku berlaku salah , maka
luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat
mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang
kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat
kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilaman aku tiada
mematuhi Allah dan Rasulnya, kamu tidaklah perlu menaatiku”.[4]
Ucapan
pertama kali dibai’at ini menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu
Bakar dalam memerintah. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat,
tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat
berjihat, serta shalat sebagai inti sari taqwa. Secara umum dapat di katakan
bahwa pemerintahan Abu Bakar melanjutkan kepemimpinan selanjutnya, baik
kebijakan dalam kenegaraan maupun pengurus terhadap agama.
c. Durasi kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu Bakar memangku jabatan Khalifah
selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi
berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya nabi. Terpilihnya Abu
bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekad umat untuk bersatu
melanjutkan tugas mulia nabi.
Ia menyadari bahwa kekuatan
kepemimpinannya bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang pertama kali
menjadi perhatian khalifah adalah merealisasikan keiginan nabi yang hamper
tidak terlaksana, yaitu mengirimkan ekspidisi ke perbatasan Suriah di bawah
kepemimpinan Usamah. [5]
Hal tersebut dilakukan untuk
membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian yang diderita oleh umat Islam
dalam perang Mu’tah. Sebagian sahabat menentang keras rencana ini, tetapi
khalifah tidak perduli. Nyatanya ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh
positif bagi umat Islam, khusunya dalam membangkitkan kepercayaan diri mereka
yang nyaris pudar.
Wafatnya
Nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang arab
yang lemah imannya justru mengatakan murtad, yaitu keluar dari Islam. Mereka
melepaskan kesetiaan dengan menolak memberikan baiat kepada khalifah yang baru
bahkan menentang agama Islam, karena menganggap bahwa perjanjian-perjanjian
yang dibuat bersama nabi Muhammad batal dengan sendirinya bersamaan dengan
wafatnya Nabi. Maka tidaklah mengherankan dengan banyaknya suku Arab yang
melepaskan diri dari ikatan agama Islam. Mereka adalah orang-orang yang baru
memasuki Islam. Belum cukup waktu bagi nabi dan para sahabatnya untuk mengajari
mereka prinsip-prinsip keimanan dan ajaran islam. Memang, suku-suku arab dari
padang pasir yang jauh itu telah dating kepada nabi dan mendapat kesan mendalam
tentang Islam, tetapi mereka hanyalah setitik air di samudera.
Mereka
melakukan riddah, yaitu gerakan
pengingkaran terhadap Islam. Riddah berarti
murtad, beralih agama dari Islam ke kepercayaannya semula, secara politis
merupakan pembangkangan (distortion)
terhadap lembaga khalifah. Sikap mereka adalah perbuatan maker yang melawan
agama dan pemerintah sekaligus. Oleh karena itu, khalifah dengan tegas
melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula-mula hal itu dimaksudkan
sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, lalu
berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan pembersihan juga
dilakukan untuk menumpas nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar
zakat.
Adapun
orang-orang yang tidak mau membayar zakat, di antaranya Karena mereka mengira
bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke
perbendaharaan pusat di Madinah yang sama artinya dengan ‘penurunan kekuasaan’,
suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertentangan dengan
karakter mereka yang independen. Menduga bahwa hanya nabi yang wajib membayar
zakat, yang dengan itu kesalahan seseorang dapat dihapus dan dibersihkan.
Penumpasan
terhadap orang-orang murtad dan para pembangkang tersebut terutama setelah
mendapat dukungan dari suku Gatafan yang kuat ternyata banyak menyita
konsentrasi khalifah, baik secara moral maupun politik. Situasi keamanan Negara
Madinah menjadi kacau sehingga banyak sahabat, tidak terkecuali Umar yang
dikenal keras menganjurkan bahwa dalam keadaan yang sangat kritis lebih baik
jika mengikuti kebijakan yang lunak.
Dalam
memerangi kaum murtad, dari kalangan kaum muslimin banyak hafizh (pengahafal Al-Qur’an) yang tewas. Dikarenakan merupakan
penghafal Al-Qur’an, Umar cemas jika angka kematian itu bertambah, yang berarti
bebrapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah. Oleh karena itu, ia menasehati
Abu bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-qur’an. Mulanya khalifah agak ragu
untuk malekukan tugas ini karena tidak menerima otoritas dari nabi, tetapi
kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid bin Tsabit. Menurut
Jalaludin As-Suyuti bahwa pengumpulan Al-qur’an ini termasuk salah satu jasa
terbesar Abu Bakar.
Peperangan
melawan para pengacau tersebut meneguhkan kembali khalifah Abu Bakar sebagai “Penyelamat
Islam”, yang berhasil menyelamatkan Islam dari kekacauan dan kehancuran, dan
membuat agama itu kembali memperoleh kesetiaan dari Jazirah Arab. Sesudah
memulihakn ketertiban di dalam negeri, Abu bakar lalu mengalihkan perhatiannya
untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah Persia dan Bizantium, yang akhirnya
menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu.
d. Peradaban pada masa Abu Bakar.
Bentuk peradaban yang paling
besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang di lakukan pada masa
pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq
memerintah kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an pelepah kurma,
kulit binatang, dan dari hafalan kaum muslim. Hal ini di lakukan sebagai untuk menjaga kelestarian
Al-Qur’an setelah syahidahnya beberapa orang penghafal Al-Qur’an pada perang
yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Qur’an ini.
Sejak itulah Al-Qur’an di kumpulakan dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama
kalinya Al-Qur’an dihimpun.[6]
Selain itu, Peradaban islam yang
terjadi pada praktek pemerintahan Abu Bakar terbagi beberapa tahapan, yaitu
sebagai berikut:
Dalam
bidang perantara sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat infak, dan
sedekah yang berasal dari kaum muslimin. Ghanimah harta rampasan perang dan
jizyah dari warga negara non muslim, sebagai sumber pendapatan baitul maal.
Penghasilan yang di peroleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini di bagikan
untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat
yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
Praktek
pemerintahan Khalifah Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi
kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk umar bin khatab untuk
menggantikannya. Faktor yang menyebabkan Abu Bakar menunjuk Umar adalah
kekhawatirannya akan terulang kembali peristiwa yang menegangkan di Tsaqifah
bani syaidah yang nyaris menyulut Umat islam kejurang perpecahan, bila tidak
menunjuk seseorang yang akan menggantikannya.
e. Akhir kepemimpinan Abu Bakar.
Tatkala Abu Bakar merasa
kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah, dia ingin memberikannya
kekhalifahannya kepada seseorang sehingga di harapkan manusia tidak banyak
terlibat konflik jatuhnya pilihannya kepada Umar Bin Khatab. Dia meminta
pertimbangan sahabat-sahabat senior. Mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar
Dia pun menulis wasiat untuk itu, lalu ia membai’at umar. Beberapa setelah itu,
Abu bakar meninggal. Ini terjadi pada bulan jumadil akhir tahun 13H/634M.
Abu Bakar memanggil Utsman dan
mendektekan teks perintah yang menunjuk umar sebagai penggantinya. Setelah Abu
bakar meninggal, shalat jenazahnya dipimpin oleh Umar, dan beliau dimakamkan di
rumah Aisyah, di samping Makam Nabi. Beliau berusia 63 tahun ketika meninggal
dunia, dan kekhalifahannya berlangsung Selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.
f.
Wafatnya abu bakar
ash-siddiq.
Abu bakar meninggal pada 13
hijriah atau 13 agustus 634 masehi dalam usia 63 tahun. Dan kekhalifahannya
berusia dua tahun tiga bulan sebelas hari. Jenazahnya dmakamkan di samping
rasulullah saw. Berkaitan kebijakan fiskal pada masa ke khalifahan abu bakar yaitu
melanjutkan kebijakan kebijakan fiskal dari rasulullah. Hanya ada beberapa
kebijakan fiskal beliau yang cukup dominan dibandingkan dengan yang lain yaitu
seperti memberlakukan kembali kewajiban zakat setelah banyak yang
membangkangnya. Kebijakan berikutnya adalah selektif dan ke hati-hatian dalam
mengelola zakat sehingga tidak ditemukan penyimpangan dalam pengelolaannya.[7]
2. Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M).
a. Kelahiran Umar ibn Al-Khathab.
Umar
bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan
Abdul Uzza Al-Quraissy dari suku Adi, salah satu suku yang terpandang mulia. Umar
dilahirkan di Mekah empat tahun seetelah kelahrian nabi. Ia adalah seorang yang
berbudi luhur, fasih, dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak
ayahnya dan berdagang hingga ke Syiria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya,
Quraisy untuk berunding dan mewakilinya jika ada persoalan dengan suku-suku
yang lain. Umar masuk Islam pada tahun ke lima setelah kenabian, dan menjadi salah
satu sahabat terdekat nabi serta dijadikan tempat rujukan oleh nabi mengenai
hal-hal yang penting.
Ia
dapat memecahkan masalah yang rumit tentang siapa yang berhak mengganti
rasulullah dalam memimpin umat setelah wafatnya rasulullah. Dengan memilih dan
membai’at Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah sehinga ia mendapat
penghormatan yang tinggi dan dimintai nasehatnya serta menjadi tangan kanan
khalifah yang baru itu. Sebelum menginggal dunia, abu bakar telah menunjuk umar
bin khattab sebagai penerusnya. Rupanya masa dua tahun bagi khalifah abu bakar
belumlah cukup menjamin stabilitas keamanan terkendali, maka penunjukan ini
dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dikalangan umat
islam.
b. Proses pengangkatan khalifah Umar bin Khaththab.
Peristiwa diangkatnya umar
sebagai khalifah itu merupakan fenomena yang baru, tetapi haruslah dicatat
bahwa prose peralihan kepemimpina tetap dalam bentuk musyawarah, yaitu berupa
usulan atau rekomendasi dari abu bakar yang diserahkan kepada persetujuan umat
islam. Untuk menjajagi pendapat umum, khalifah Abu Bakar melaukan serangkaian
konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa orang sahabat, antara lain
Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan. Pada awalnya terdapat berbagai keberatan
mengenai rencana pengangkatan umar, sahabat Thalhah misalnya, segera menemui
Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya. Namun karna Umar adalah orang yang
paling tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka pengangkatan Umar
mendapat persetujuan dan bai’at dari semua anggota masyarakat islam.
c.
Peradaban pada masa
khalifah Umar bin Khatthab.
Peradaban yang paling signifikan
pada masa Umar, selain pola administratif dalam kepemerintahan, peperangan dan
sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah Umar bin
Khaththab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang [8]
sebagai berikut:
Naskah Asas-Asas
Hukum Acara.
Dari Umar Amirul mu’minin kepada
Abdullah bin qais, mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan dan Rahmat_Nya
kepada engkau.
a. Kedudukan lembaga keadilan.
b. Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya.
c. Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak dan berlaku adil.
d. Kewajiban pembuktian.
e. Lembaga damai.
f. Perundaan persidangan.
g. Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal.
h. Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran
logis.
i.
Orang islam haruslah
berlaku adil.
j.
Larangan bersidang ketika
sedang emosional.[9]
d. Wafatnya Umar bin Khatthab.
Umar meninggal pada waktu subuh.
Saat umar shalat subuh bersama sama kaum muslimin yang lainnya. Abu Lulu Fairuz
Al-Fursisi, seorang yang beragama Majusi pembantu Al-Mughairah bin Syubah
menikam dari belakang dengan sebilah pisau beracun. Tiga hari sesudah itu,
bulan zulhijah 23 hijriah, Umar meninggal dunia dalam usia 63 tahun. Jabatannya
sebagai khalaifah dipegang selama 10 tahun 6 bulan 5 hari. Jasadnya dikubur
disamping Rasulullah SAW dan Abu bakar ash-siddiq.[10]
3. Utsman bin Affan (23-36 H/644-656M).
a. Kelahiran Utsman bin Affan.
Khalifah ke tiga adalah utsman
bin affan. Nama lengkapnya ialah utsman bin affan bin abil ash bin umayyah dari
suku quraisy. Lahir pada tahun 576 M, enam tahun setelah peristiwa penyerangan
kabah oleh pasukan bergajah atau enam tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW.
Ibu Khalifah Utsman bin Affan
adalah Urwybin kuraiz bin rabi’ah bin habib bin abdi Asy-Syams bin Abd
Al-Munaf. Utsaman bin Affan masuk islam pada usia 30 tahun atas ajaran Abu
Bakar[11]).
dan menjadi salah seorang sahabat dekat nabi. Ia sangat kaya tetapi berlaku
sangat sederhana, dan sebagian besar kekayaannya digunakan untuk kepentingan
islam.
Ia mendapat julukan zun nurain,
artinya yang memiliki dua cahaya, karna menikahi dua putri nabi secara
berurutan stelah yang satunya meninggal.ia juga merasakan penderitaan yang
disebabkan oleh tekanan kaum quraisy terhadap muslim dimekah, dan ikut hijrah ke
abesinia bersama istrinya.
Usman menyumbang 950 ekor unta
dan 50 bagal serta 1000 dirham dalam ekspedisi untuk melawan bizantium di
perbatasan palestina. Ia juga membeli mata air orang orang romawi yang terkenal
dengan harga 20.000 dirham untuk selanjutnya diwaqafkan bagi kepentingan umat
islam. Dan permnah meriwayatkan hadis kurang lebih 150 hadis.
Pada masa awal pemerintahannya,
usman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam perluasan wilayah
kekuasaan islam. Daerah daerah strategis yang sudah dikuasai islam seperti
mesir dan irak terus dilindingi dan dikembangkan dengan melaukan serangkaian
ekspeisi militer yang terencanakan secara cermat dan simulkan disemua front.
Karya monumental usman lain yang
disembahkan kepada umat islam adalah penyusunan kitab suci umat islam.
Penyusunan Al-Qur’an dimaksudkan untuk mengakhiri perbedaan perbedaan serius
dalam bacaan Al-Qur’an. Disebutkan bahwa pengiriman ekspedisi militer ke
armenia dan azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan
antara muslim, dimana sebagiannya direkrut dari suriah dan sebagian lagi dari
irak[12]
b.
Proses pengangkatan
Khalifah Utsman bin Affan.
Sebelm meninggal Umar telah
memanggil tiga calon penggantinya, yaitu Utsman, Ali dan Sa’ad bin Waqqash.
Dalam pertemuan dengan mereka secara bergantian, umar berpesan agar
penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat. Disamping itu, umar
telah membentuk dewan formatur yang bertugas memilih penggantinya kelak. ada
Dua orang yang muncul menjadi kandidat pengganti khalifah umar, yaitu utsman
dan ali. Ketika dilakuan penjajagan suara diluar sidang formatur yang dilakukan
oleh abd ar-rahman, terjadi silang pemilihan. Ali dipilih oleh utsman dan
utsman dipilih oleh ali. Selanjutnya and ar-rahman bermusyawarah dengan masyarakat
dan sejumlah pembesar di luar anggota formatur. Ternyata suara dimasyarakat
telah terpecah menjadi dua, yaitu kubu bani hasyim mendukung ali dan kubu bani
umayyah mendukung utsman.
Kemudian, abd ar-rahman memanggil
ali dan menanyakannya, seandainya dia menjadi khalifah, sanggupkah dia
menjalankan pemerintahan berdasarkan al-qur’an dan sunah rasul, dan
kebijaksanaan khalifah sebelum dia? Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat
berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Abd ar-rahman kemudian memanggil
utsman dan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. Dan dengan tegas utsman
menjayab ‘ya! Saya sanggup’. Dan berdasarkan jawaban itu, abd ar-rahman
menyaatakan , “ utsman sebagai khalifah ke tiga, dan segaralah dilakukan
bai’at. Waktu itu utsman berusia tujuh puluh tahun. Dalam hubungan ini patut
dikemukakan bahwa ali sangat kecewa atas cara apa yang dipakai oleh abd
ar-raman tersebut dan menyatakan bahwa
semula ia sudah merencanakan bersama utsman. Sebab kalau utsman menjadi
khalifah, berarti kelompok abd ar-rahman
bin auf akan berkuasa.[13]
c.
Visi dan misi Khalifah
Utsman bin Affan.
Roda pemerintahan
utsman pada dasarnya tidak berbeda dari pada pendahulunya. Dalam pidato
pembaiatannya, ia ditegaskan akan meneruskan kebiasaan yang dibuat
pendahulunya. Pemegang kekausaan tertinggi berada ditangan khalifah; pemegang
dan pelaksana pelaksana eksekutif. Dipusat dibantu oleh sekertaris negara dan
dijabat oleh marwan bin hakkam, anak paman khalifah. Jabatan ini sangat
strategis, karna mempunyai wesenang untuk mempengaruhi keputusan khalifah.
Karna dalam prateknya, marwan tidak hanya sebagai sekertaris negara, tetapi
juga sebagai penasehat pribadi khalifah. Selain sekertaris negara, khalifah
utsman juga dibantu oleh pejabat pajak, pejabat kepolisian, pejabat keuangan
atai baitul maal, seperti pada masa pemerintahan baitul maal.
Untuk pelaksanakan
administrasi pemerintahan di daerah, khalifah utsman mempercayakannya kepada
seorang gubernur untuk setiap wilayah
aatau provinsi. Pada masanya, wilayah kekuasaan negara madinah dibagi menjadi
sepuluh profinsi. Setiap amir atau gubernur adalah wakil khalifah didaerah
untuk melaksanakan tugas administrasi pemerintahan dan bertanggung jawab
kepadanya. Seorang amir diangkat dan diberhentikan oleh khalifah. Kedudukan
gubernur disamping kepala pemerintahan daerah, juga sebagai pemimpin agama,
pemimpin ekspedisi militer, penetap undang undang, dan pemutus perkara, yang
dibantu oleh khatib (sekertaris), pejabat pajak, pejabat keuangan (baitul
maal), dan pejabat kepolisian.[14]
d.
Peradaban pada masa utsman
bin affan.
Karya besar
monumental khalifah utsman adalah membukukan mashaf al-qur’an. Pembukuan ini
didasarkan atas alasan dan pertimbangan untuk mengakhiri perbedaan bacaan
dikalangan umat islam yang diketahui pada saat ekspedisi militer ke armenia dan
azerbaijan. Pembukuan ini di laksanakan oleh suatu kepanitiaan yang diketuai
oleh zaid bin tsabit. Adapun kegiatan pembangunan diwilayah islam yang luas,
meliputi daerah daerah pemukiman, jembatan, jalan, masjid, wisma tamu, pembangunan
kota-kota baru yang kemudian tumbuh pesat. Semua jalan yang menuju ke madinah
dilengkapi dengan kafilah dan fasilitas bagi para pendatang. Masjid nabi
dimadinah diperluas. Tempat ersediaan air dibangun di madinah, dikota-kota
padang pasir, dan diladang ladang peternakan unta. Pembangunan berbagai sarana
umum ini menunjukan bahwa utsman sebagai khalifah kemaslahatan publik sebagai
bentuk dari manifestasi kebudayaan sebuah kebudayaan masyarakat.[15]
e.
Wafatnya Utsman bin Affan.
Akhir hayat utsman diawali ketika
pada saat berbagai utusan dari kufah, basrah, dan mesir datang menemui usman
agar memecat para gubernurnya yang notabene adalah kerabat kerabat sendiri,
akan tetapi utsman menolak. Mereka kemudian mengepung rumah utsman dan menuntut
pengunduran diri, usman juga menolak. Pengepungan terus berjalan sampai
beberapa hari. Sebagian dari mereka memaksa masuk kerumah untuk kemudian
membunuhnya. Ini terjadi pada bulan dzulhijah 35 H atau 7 juni 656 M, pada
waktu berumur 82 tahun dan kekhalifahannya berlangsung selama 12 tahun kurang
12 hari. Jenazahnya dimakamkan di baqi’ waktu malam hari.[16]
4. Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M).
a. Biografi Ali Bin Abi Thalib.
Ali adalah putra Abi Thalib Ibn
Abdul Muthallib. Ia adalah sepupu nabi Muhammad SAW. Yang kemudian menjadi menantunya karena menikahi
putri nabi Muhammad SAW (fatimah), ia telah ikut bersama rosullulah SAW sejak
bahaya kelaparan mengancam kota mekkah dan tinggal dirumahnya.[17]
Ia masuk islam ketika berusia sangat muda dan termasuk orang yang pertama masuk
islam dari kalangan pria. Pada saat Nabi menerima wahyu pertama, Ali berusia
13th menurut A.M Sabban, sedangkan menurut mahmudunnasir, ali berumur 9th.[18]
Mahmudunnasir selanjutnya menulis
bahwa Ali termasuk salah seorang yang baik dalam memainkan pedang dan pena, bahkan
ia kenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang yang pandai dan bijaksana,
sehingga menjadi penasehat pada zaman khalifah Abu bakar, Umar, dan Utsman. Ia
mengikuti hampir semua peperangan pada Zaman Nabi Muhammad SAW. Ia tidak sempat
di bai’at Abu Bakar, karena sibuk mengurus zanazah Rosulullah SAW.[19]
b.
Kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib.
Khaliffah empat adalah Ali bin
Abi Thalib, Ali adalah keponakan dan menantu nabi. Ali adalah putra Abi Thalib bin Abdul Muthalib.
Ia adalah sepupu nabi yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan
mengancam kota mekah, demi untuk membantu keluarga pamannya mempunyai banyak
putra.
Ali adalalah seseorang yang memiliki
banyak kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Pribadinya penuh
fitalitas dan energik, perumus kebijakan dengan waawasan yang jauh kedepan. Ia
adalah pahlawan yang gagah berani, penasehat yang bijaksana penasehat hukum
yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang
sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras sampai
akhir hayatnya dan merupakan orang yang berpengaruh setelah muhammad.
Beberapa hari pembunuhan Utsman,
stabilitas keamanan kota madinah menjadi rawan. Gafiqy bin Harb memegang
keamanan ibu kota islam itu selama kira kira 5 hari sampai terpilihnya khalifah
yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan usman, menerima baiat
dari sejumlah kaum muslimin.[20]
Tugas pertama yang dilaukan oleh
khalifah Ali ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, menarik kembali
semua tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh usman kepada kaun kerabatnya
kedalam kepemilikan negara. Ali juga
segera menurunkan semua gubernur yang tidak disenangi rakyat. Usman bin Hanif
diangkat menjadi penguasa basrah menggantikan Ibn Amir, dan Kais bin Sa’ad
dikirim ke mesir untuk menggantikan gubernur negeri itu yang dijabat oleh
Abdullah. Gubernur Suriah, Muawiyah, juga diminta meletakan jabatan, tetapi ia
menolak perintah Ali, bahkan ia tidak mengakui ke khalifahannya.
c.
Proses Pengangkatan Ali bin
Abi Thalib sebagai Khalifah.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah
tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya. Ali dibai’at di
tengah-tengan suasan berkabung atas meninggalnya Utsman, pertentangan dan kekacauan,
serta kebingungan umat Islam Madinah. Sebab kaum pemberontak yang membunuh Utsman
mendaulat Ali supaya bersedia dibai’at menjadi khalifah.
Setelah Utsman terbunuh, kaum
pembrontak mendatangi para sahabat senior satu persatu yang ada di kota
madinah, seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan
Abdullah bin Umar bin Khathab agar bersedia menjadi khalifah, Namun mereka
menolak. Akan tetapi baik kaum pembrontak ataupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali
Menjadi khalifah.
Ia didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok
tersebut agar bersedia di bai’at menjadi khaifah. Namun, ali menolak sebab ia
menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat
persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah
masyarakat mengemukakan bahwa umat islam perlu segera mempunyai pemimpin agar
tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia di bai’at
menjadi khalifah.
Ia di bai’at oleh mayoritas
rakyat Muhajirin dan Anshar serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair,
tetapi ada beberapa orang sahabat senior seperti Abdullah bin Umar bin Khathab,
Muhammad bin maslamah,saad bin abi waqqas, hasan bin tsabit, Abdullah bin salam
yang waktu itu berada di Madinah tidak mau ikut membai’at Ali.
d.
Peristiwa tahkim pada masa
ali bin abi thalib.
Konflik politik
antara ali bin abi thalib dengan muawiyah bin abi sufyan diakhiri dengan
tahkim. Dari pihak ali bin abi thalib diutus seorang ulama yang dikenal sangat
jujur dan tidak cerdik dalam politik, yaitu abu musa al-asy’ari. Sebaliknya,
dari pihak muawiyah bin abu sufyan diutus seorang yang terkenal dan sangat
cerdik dalam berpolitik, yaitu amr bin ash. Dalam tahkim tersebut, pihak ali
bin abi thalib dirugikan oleh pihak muawiyah bin abu sifyan karna kecerdikan
amr bin ash yang dapat mengalahkan abu musa al-asy’ari. Pendukung ali bin abi
thalib kemudian terpecah menjadi dua yaitu kelompok pertama adalah mereka yang
secara terpaksa menghadapi hasil tahkim. Dan mereka tetap setia kepada ali bin,
sedangkan kelompok yang ke dua adalah kelompok yang menolak hasil tahkim dan
kecewa dengan kepemimpinan ali bin abi thalib. Mereka menyatakan diri keluar
dari pendukung ali bin abu thalib yang kemudian melakukan gerakan perlawanan
terhadap semua pihak yang terlibat dalam tahkim, termasuk ali bin abu thalib.[21]
e.
Wafatnya ali bin abi
thalib.
Pemerintahan ali berakhir dengan
terbunuhnya beliau di tangan ibnu muljam dari kelompok khawarij. Jenaahnya
dimandikan oleh kedua putranya hasan dan husein, kemudian dimakamkan di kufah.
Tetapi ibnu asir menyatakan bahwwa jenazahnya dimakamkan di deft. Ali meninggal
pada usia 63 tahun setelah memerintah selama 5 tahun 3 bulan.
C. Kemajuan Peradaban dan pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa
Khulafaur Rasyidin.
Masa kekuasaan Khulafaurrasyiddin
yang di mulai sejak Abu bakar Ash-Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan
masa kekuasaan khalifah islam yang berhasil dalam mengembangkan wilayah islam
lebih luas. Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan dasar agama islam di Arab,
setelah beliau wafat, gagasan dan ide-idenya di teruskan oleh Khulafaurrasyidin
dalam waktu yang relatif singkat telah
membuahkan hasil yang begitu gilang-gemilang. Dari hanya wilayah Arabia,
ekspansi kekuasaan islam menembus keluar Arabia memasuki wilayah-wilayah
Afrika, Syiria, Persia, bahkan menembus Bizantium dan Hindia.
Ekspansi ke Negara-Negara yang sangat
jauh dari pusat kekuasaan, dalam waktu tidak lebih dari setengah abad merupakan
kemenangan menakjubkan dari suatau bangsa yang sebelumnya tidak pernah memiliki
pengalaman politik yang memadai.
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan ekspansi itu demikian cepat, antara lain sebagai berikut:
Islam,
di samping ajaran yang mengatur hubungan manusia dan Tuhan, juga agama yang
mementingkan soal pembentukan masyarakat. Dalam dada para sahabat Nabi SAW
tertanam keyakinan yang sangat kuat tetang kewajiaban menyerukan ajaran-ajaran
Islam ( Dakwah) seluruh penjuru dunia. Di samping itu suku- suku bangsa Arab
gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran perang tersebut membentuk satu
kesatuan yang terpadu dalam diri umat Islam.
Bizantium
dan persia, dua kekuatan yang menguasai timur tengah pada waktu itu mulai
memasuki masa kemunduruan dan kelemahan, baik karna sering terjadi peperangan
antara keduanya maupun karna persoalan-persoalan dalam negri masing-masing. Pertentangan
aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama
bagi rakyat. Rakyat tidak senang karna pihak kerajaan memaksakan aliran yang di
antutnya.
Islam
datang ke daerah daerah yang di masukinya dengan sikap simpatik dan toleran,
tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk islam. Bangsa sami di
syiria dan palestina, dan bangsa hami di mesir memandang bangsa arab lebih
dekat dengan mereka dari pada bangsa eropa, Bizantium yang memerintah mereka. Mesir,
syiria dan Irak adalah daerah- daerah yang kaya. Kekayaan nya itu membantu
pengusa Islam untuk membiyayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Pada masa kekuasaan para
Khulafaurrasyidin, banyak kemajuan peradaban telah di capai. Di antaranya adalah
munculnya gerakan pemikiran dalam islam. Di antara Pemikiran yang menojol
tersebut pada masa Khulafaurrasiddin adalah sebagai berikut :
1. Menjaga keutuhan Al-Qur’an Al-Karim dan mengumpulkannya dalam
bentuk mushaf pada masa Abu Bakar.
2. Memberlakukan mushaf standar pada masa Utsman bin Affan.
3. Keseriusan mereka untuk mencari serta mengajarkan ilmu dan memerangi.
4. kebodohan berislam pada penduduk negri. Oleh sebeb itu, para
sahabat pada masa Utsman di kirim
keberbagai pelosok untuk menyiarkan islam. Mereka mengajarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah kepada banyak penduduk negri yang sudah di buka.
Sebagian
orang tidak senang kepada Islam, terutama dari pihak oriientalis abad ke-19
banyak yang mempelajari fenomena futuhat al-Islamiyah dan menafsirkannya
dengan motif bendawi. Mereka mengatakan bahwa futuhat adalah perang dengan motif ekonomi, yaitu
mancari mengeruk kekayaan negri yang telah di tundukan. Interpretasi ini tidak
sesuai dengan kenyataan sejarah yang berbicara bahwa berperangnya sahabat
adalah karena iman yang bersemayam di dada mereka.
Islam
pada masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan negara, antara da’i
maupun panglima. Tiada di kenal orang yang berprofesi kusus sebagai da’i. Para
Khalifah adalah penguasa, imam sholat, mengadili orang yang berselisih, da’i,
dan juga panglima perang.
Disamping itu, dalam hal
peradaban juga terbentuk organisasi
negara atau lembaga- lembaga yang di miliki pemerintah kaum muslim
sebagai penduduk kemaslahatan kaum muslimin. Oranisasi negara tersebut telah di
bina lebih sempurna, telah di jadikan sebagai suatu Nizham yang
mempunyai alat-alat perlengkapan dan lembaga-lembaga menuntut ukuran zamannya
telah cukup baik.
D. Pengembangan Baitul
Maal pada masa khulaffaurrasyidin.
Baitul maal secara tidak
langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam dan Khalifah
adalah penguasa penuh atas dana tersebut. Tetapi ia tidak boleh
mempergunakannya untuk kepentingan pribadi. Dan ia tidak mengambil keuntungn
atas posisinya. Baitul maal dianggap sebagai harta kaum muslimin,
sedangkan khalifah dan amil-amilnya hanyalah pemegang
kepercayaan. Jadi merupakan tanggung jawab negara untuk menyediakan tunjangan
yang berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak terlantar, dan yang berhak
menerimanya.
Sebelum menjadi khalifah, Abu
Bakar tinggal di Sikh, yang terletak di pinggir kota madinah tempat baitul
maal dibangun. Dalam pengembangan baitul maal, beliau melakukan
pengangkatan penanggung jawab baitul maal. Beliau menunjuk Abu Ubaid sebagai penanggung
jawab baitul maal. Setelah 6 bulan, beliau pindah kemadinah dan
bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk dijadikan baitul maal.
Sistem pendistribusian yang lama telah dilanjutkan, sehingga pada saat
wafatnya, hanya satu dirham yang tersisa dalam perbendaharaan keuangan.
Kepemimpinan beliau mengalami
kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan sehari harinya. Sehingga dengan penuh
keterbukaan dan keterusterangan beliau mengatakan kepada umatnya bahwa
perdagangan saja tidak akan mencukupi kebutuhan keluarganya. Kesulitan beliau
diketahui oleh khalayak ramai terutama oleh Siti Aisyah dan dengan kesepakatan
bersama selama kepemimpinan beliau baitul maal mengeluarkan kebutuhan
bagi khalifah Abu Bakar yaitu sebesar dua setengah atau dua tiga perempat dirham
setiap harinya kepada beliau.
Selain itu Abu Bakar juga
menerapkan konsep Balance Budget Policy pada baitul maal. Namun ysng
menarik dari kepemimpinan beliau adalah ketika beliau hendak wafat, beliau
mengeluarkan kebijakan internal dengan mengembalikan kekayaan kepada negara karna
kondisi negara yang sedang krisis ekonomi. Gaji yang selama ini diambil dari baitul
maal yang ketika dikalkulasi berjumlah 8.000 dirham, mengganti
dengan menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh penjualannya
diberikan untuk pendanaan negara.[22]
Baitul maal pada masa
pemerintahan Umar bin Khatthab merupakan salah satu unsur kebijakan fiskalnya.
Kontribusi terbesarnya adalah membentuk perangkat administrasi yang baik untuk
menjalankan roda pemerintahan yang besar. Setelah penaklukan terhadap negara
lain semakin banyak terjadi pada masa umar. oleh karna itu semain banyaknya
harta yang mengalir kekota madinah. Untuk menyimpan harta tersebut, baitul
maal yang reguler dan permanen didirikan untuk pertama kalinya di ibukota
dan kemudian cabangnya dibangun di ibukota provinsi. Abdullah bin Arkam ditunjuk
sebagai pengurus baitul maal bersama dengan Abdurrahman bin Ubaid Al-Qari
serta Muqayqab sebagai asistennya. Setelah penaklukan Syiria, Sawad dan Mesir,
penghasilan baitul maal meningkat (kharaj dari sawad mencapai seratus
juta dinar dan mesir dua juta dinar).
Bersamaan dengan pengorganisasian baitul
maal, Umar mendirikan diwan Islam yang pertama yang disebut Al-Divan.
Dimana itu adalah sebuah kantor yang ditunjuk untuk membayar
tunjangan-tunjangan angkatan perang dan dan pensiun. Selama memerintah, Umar
tetap memelihara baitul maal dengan hati hati, menerima pemasukan dan
sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariah dan mendistribusikannya kepada
yang berhak menerima. Selain itu beliau juga menunjuk sebuah komeite yang
terdiri dari nasab ternama untuk membuat laporan sensus penduduk madinah sesuai
dengan tingkat kepentingan dan kelasnya. Daftar tersebut disusun dengan urutan,
Pertama, Orang yang mempunyai hubungan dengan nabi. Kedua, Mereka yang ikut
serta dalam perang badar dan perang uhud. Ketiga,imigran ke abysinnia dan
madinah dan lainnya kaum wanita, anak-anak dan para budak juga diberi tunjangan.[23]
Setelah sumber pendanaan dan sumber daya dari baitul maal cukup kuat, beberapa
pengeluaran lain ditambahkan dan dimasukkan kedalam daftar kewajiban negara
seperti memberi memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
Khalifah Utsman tidak
mengambil upah dari baitul maal. sebaliknya, ia meringankan beban
pemerintahan, bahkan menyimpan uangnya diperbendaharaan negara. Sikap
kedermawanan ini tak lepas karena beliau adalah saudagar yang sangat kaya
sekalipun menjadi kepala pemerintahan. Inilah yang membedakan khalifah
utsman dengan dua khalifah sebelumnya. Tetapi hal ini justru menimbulkan
kesalah pahaman antara khalifah dan Abdullan bin Arqam, yaitu yang
berwenang melaksanakan kegiatan baitul maal pusat. Dan pada perkembangan berikutnya kedaan bertambah
rumit dengan munculnya pernyataan-pernyataan lain yang menimbulkan kontroversi
mengenai pengeluaran baitul maal dengan tidak hati hati, sedangkan itu
semua merupakan pendapatan personalnya. Dilaporkan untuk pengamanan zakat dalam
gangguan dan masalah pemeriksaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang
nakal, khalifah Usman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik
untuk menaksirkan kepemilikannya sendiri. Dia juga mengurangi zakat dari
pensiun.
Karna pengaruh kaum keluarga yang
terlalu besar terhadap berbagai kebijakan utsman, beberapa tindakan utsman
banyak mendapat protes dari umat dalam pengelolaan baitul maal. Kenyataan
itu nampak pada pengangkatan keluarga sendiri untuk menduduki jabatan tinggi di
beberapa wilayah, kebiasaan hidup mewah dikalangan keluarga khalifah itu
sendiri. Hal ini akhirnya memicu ketidak puasan tersendiri terhadap
pemerintahan utsman.[24]
Menurut dari sebuah riwayat, Ali
bin Abi Thalib menarik dirinya dari dana baitul maal, bahkan menurut
sebuah riwayat yang lainnya dia memberikan 5.000 dirham setiap tahunnya.
Sebagai khalifah Ali sangat sederhana dalam hidupnya. Ali mendapat
santunan dari baitul maal, yaitu mendapatkan berupa jatah pakaian yang
hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kainnya. Dan sering bajunya teardapat
tambalan. Ia sangat teliti dalam
menyalurkan dana baitul maal dan sangat tegas kepemimpinannya. Ali
menyuruh agar Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada di baitul maal,
berbeda dengan umar yang menyisihkannya untuk cadangan. Prinsip pemerataan
distribusi uang rakyat diperkenankan. Sistem pendistribusian setiap pekan
sekali untuk pertama kalinya diperkenalkan. Hari kamis adalah hari
pendistribusianatau hari pembayaran. Pada hari sabtu, semua penghitungan
diselesaikan dan dimulai dari hari sabtu lagi dimulailah perhitungan yang baru.[25]
D. Kesimpulan
Rasulullah wafat tidak
meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk meneruskan kepemimpinannya (kekhalifahan).
Dan akibatnya masalah suksesi mengakibatkan suasana politik umat Islam menjadi
sangat tegang. Padahal selama hidupnya, Nabi bersusah payah dan berhasil
membina persaudaraan sejati yang kokoh di antara sesame pengikutnya, yaitu
antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Namun empat orang pengganti
beliau adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan
mengembangkan dasar-dasar tradisi dari
sang Guru Agung bagi kemajuan Islam dan umatnya. Oleh karena itu, gelar Al-Khulafa Ar-Rasyidin yang menjadi
bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka. Keempat
sahabat tersebut adalah Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a; Umar bin Khaththab
r.a; Ustman bin Affan r.a; dan Ali bin Abi Thalib r.a.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Samsul Munir, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009.
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar 2010.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 2010.
Abul A’la Al-Maududi, Khilafah Dan
Kerajaan, Bandung: Mizan, 1996.
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Mohamad Fauzan, Pokok-pokok hukum acara perdata peradilan agama dan
mahkamah syari’ah di indonesia, Jakarta:Kencana, 2005.
[1]Nur
Chamid, Jejak langkah sejarah pemikiran Ekonomi Islam,
(Yogyakarta:Pustaka belajar;2010), h.62.
[2] Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta:Sinar Grafika Offset;2009), h.93.
[3]
.Ibid.
[4] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Setia;2008), h.69.
[5]
Ibid, Nur Chamid, h.65.
[7] Ibid,
Nur Chamid, h.68.
[8] M.fauzan,
Pokok-pokok hukum acara perdata peradilan agama dan mahkamah syari’ah di
indonesia,(Jakarta:Kencana;2005),h.93-94.
[9] Ibid.
Dedi supriyadi. h. 83-84.
[10] Ibid,
Nur Chamid, h.93
[11] Ibid.h.
86.
[12] Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Sinar Grafika;2009).h.83.
[13]
Ibid, dedi supriadi, h.87-89
[14]
Ibid, h.91-92
[15]
Ibid, h, 92-93
[16]
Ibid, Nur Chamid, h.98.
[17]
Syed Mahmudunnasir, Islam it’s Concepts and history, (India:Lohoti Fine
Art;1981), h.144.
[18]Abul A’la Al-Maududi, Khilafah Dan
Kerajaan, (Bandung: Mizan;1996),h.63.
[19]
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Setia;2008), h.98.
[20]
Ibid. h. 87.
[21]
Ibid, h. 98-99
[22]
Ibid, Nur Chamid, h. 66-67
[23]
Ibid, h. 75-78
[24]
Ibid, h.93-97
[25]
Ibid, h. 99-101







0 komentar:
Posting Komentar